Puluhan Bahasa Daerah Terancam Punah, Revitalisasi Terus Digiatkan

Tanggal: 07/03/2024

JAKARTA, KOMPAS.com – Sebanyak 25 bahasa daerah di Indonesia berstatus terancam punah, bahkan 11 bahasa daerah dinyatakan telah punah. Jumlah itu tercatat dalam Statistik Kebahasaan dan Kesastraan 2021 yang dikeluarkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kemendikbud Ristek. Sikap abai masyarakat penuturnya menjadi salah satu penyebab kepunahan bahasa daerah itu. Kekhawatiran terhadap kondisi bahasa daerah yang makin memprihatinkan itulah yang mendorong Badan Bahasa menggiatkan pelaksanaan salah satu program prioritasnya, yaitu revitalisasi bahasa daerah. Revitalisasi atau pelestarian merupakan usaha untuk meningkatkan daya hidup (vitalitas) suatu bahasa daerah. Peningkatan itu berupa pengembangan dan pelindungan bahasa, serta pembinaan penutur bahasa.

Hal itu menjadi salah satu pembahasan dalam Rapat Koordinasi Revitalisasi Bahasa Daerah pada tanggal 4-6 Maret 2024 di Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, yang diselenggarakan oleh Balai Bahasa Provinsi Riau. “Kami melakukan revitalisasi bahasa daerah di empat kabupaten/kota di Riau. Ini upaya kepedulian pemerintah pusat dan daerah terhadap isu kepunahan bahasa daerah,” ujar Sekretaris Badan Bahasa Hafidz Muksin dalam keterangan resminya, Selasa (5/3/2024). Empat kabupaten/kota di Provinsi Riau yang terlibat dalam program revitalisasi bahasa daerah yaitu Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Kampar, Kabupaten Indragiri Hulu, dan Kota Dumai. Hasil dari revitalisasi tersebut diharapkan dapat menumbuhkan sikap positif anak-anak muda, khususnya pelajar tingkat sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP), untuk bisa mencintai, menguasai, dan bangga terhadap bahasa daerahnya. Untuk mencapai sasaran itu, Badan Bahasa mengupayakan dengan berbagai pendekatan. Salah satunya yaitu penyelenggaraan Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) yang diadakan setiap tahun dari tingkat kabupaten/kota, provinsi, hingga nasional. “Kami melakukan pendekatan dan pembelajaran dengan media yang menyenangkan melalui berbagai jenis lomba yang diminati anak-anak sesuai kemauan dan kesukaan masing-masing. Setelah mereka suka, nanti kami buatkan ruang apresiasi melalui FTBI,” jelas Hafidz. Adapun Rapat Koordinasi Revitalisasi Bahasa Daerah ini diikuti oleh berbagai elemen masyarakat yang merupakan perwakilan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Lembaga Adat Melayu, praktisi, guru SD dan SMP, akademisi, serta duta bahasa. Mereka mewakili daerahnya masing-masing, yaitu Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Kampar, Kabupaten Indragiri Hulu, dan Kota Dumai, serta Provinsi Riau.

Sementara itu, Kepala Bidang SMK Dinas Pendidikan Provinsi Riau Arden Simeru menyatakan, pihaknya mendukung kegiatan revitalisasi bahasa daerah sebagai upaya agar bahasa daerah tidak punah. “Kami punya kepentingan supaya bahasa Melayu yang dominan di provinsi ini tetap lestari sebagai bahasa ibu dari anak-anak kita. Jadi, kami mendukung revitalisasi ini agar jangan sampai bahasa daerah itu punah,” ucap Arden Simeru. Dia pun menuturkan bahwa Pemprov Riau telah memberlakukan regulasi mengenai muatan lokal yang berisi bahwa bahasa Melayu menjadi salah satu pelajaran wajib bagi siswa dari tingkat SD sampai SMA/sederajat. Regulasi tersebut yaitu Peraturan Gubernur Riau Nomor 45 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Pembelajaran Muatan Lokal Budaya Melayu Riau. “Materi muatan lokal harus ada, kami buatkan pergub dan peraturan bupati/wali kota.

Kami berharap dengan ada muatan lokal maka bahasa dan budaya Melayu di Riau diajarkan di satuan-satuan pendidikan mulai jenjang SD sampai SMA,” imbuh Arden. Menurut data terkini Badan Bahasa hingga awal tahun 2024, tercatat ada 718 bahasa daerah dari 2.560 daerah pengamatan di Indonesia. Semua bahasa daerah itu dikategorikan menjadi enam status, yaitu Aman, Stabil tetapi Terancam Punah, Mengalami Kemunduran, Kritis, Terancam Punah, dan Punah. Ada 11 bahasa daerah yang teridentifikasi telah punah yaitu bahasa Tandia di Papua Barat; Mawes di Papua; Kayeli, Piru, Moksela, Palumata, Hukumina, Hoti, Serua, dan Nila di Maluku; serta Ternateno di Maluku Utara.  Kekhawatiran terhadap kondisi darurat bahasa daerah itulah yang mendorong Badan Bahasa giat melaksanakan salah satu program prioritasnya, yaitu revitalisasi bahasa daerah. Dalam platform Merdeka Belajar Episode Ke-17: Revitalisasi Bahasa Daerah yang sudah menggema di seantero Nusantara, Kemendikbud Ristek melalui Badan Bahasa secara bertahap melakukan revitalisasi bahasa daerah. Program ini diterapkan terhadap 39 bahasa daerah di 13 provinsi pada 2022, kemudian dilanjutkan tahun 2023 dengan melibatkan 59 bahasa daerah di 22 provinsi.

Sumber : https://www.kompas.com/edu/read/2024/03/06/114103871/puluhan-bahasa-daerah-terancam-punah-revitalisasi-terus-digiatkan