Dampak Dahsyat Penyedotan Air Tanah: Kutub Bumi Geser, Air Laut Naik

Tanggal: 21/06/2023

Jakarta, CNN Indonesia -- Selain memicu penurunan permukaan daratan, penyedotan air tanah berdampak kepada kutub rotasi Bumi hingga memicu perubahan iklim. Dilansir dari Space, kutub Bumi bergeser 80 cm antara tahun 1993 hingga 2010 karena jumlah air tanah yang disedot gila-gilaan. Di periode tersebut, manusia telah menyedot 2.150 gigaton air dari reservoir alami di kerak Bumi. Jika jumlah itu dituang ke samudra, permukaannya akan meningkat sekitar 6 milimeter. Studi tentang dampak penyedotan air tanah ini ditulis oleh periset Seoul National University Ki-Weon Seo yang dipublikasikan di Geophysical Research Letter. "Kutub rotasi bumi sebenarnya banyak berubah," kata Ki-Weon Seo yang merupakan ahli geofisika seperti dilansir situs AGU.

"Studi kami menunjukkan bahwa di antara penyebab terkait iklim, redistribusi air tanah sebenarnya memiliki dampak terbesar pada arus kutub rotasi." ujarnya menambahkan. Kemampuan air untuk mengubah rotasi Bumi ditemukan pada 2016. Sejak saat itu hingga sekarang, kontribusi spesifik dari air tanah terhadap perubahan rotasi itu belum dieksplorasi. Dalam studi terbaru, para pakar melakukan pemodelan terhadap perubahan yang diobservasi pada arus kutub rotasi Bumi dan pergerakan air. Pertama, dengan hanya mempertimbangkan faktor lapisan es dan gletser; kedua, menambahkan faktor skenario redistribusi air tanah yang berbeda.

Model tersebut hanya cocok dengan penyimpangan kutub yang diamati setelah para peneliti memasukkan 2.150 gigaton redistribusi air tanah. Tanpa itu, modelnya meleset 78,5 sentimeter (31 inci), atau 4,3 sentimeter (1,7 inci) penyimpangan per tahun.

"Saya sangat senang menemukan penyebab penyimpangan tiang rotasi yang tidak dapat dijelaskan," kata Seo. "Di sisi lain, sebagai penduduk Bumi dan seorang ayah, saya prihatin dan terkejut melihat bahwa memompa air tanah adalah sumber kenaikan permukaan laut lainnya." Pakar pun menilai pengelolaan air tanah di seluruh dunia dapat membantu membatasi pergeseran kutub rotasi itu sekaligus dampak perubahan iklim yang menyertainya.

"Ini adalah kontribusi yang bagus dan dokumentasi yang penting tentunya," kata Surendra Adhikari, ilmuwan peneliti di Jet Propulsion Laboratory yang tidak terlibat dalam penelitian ini. Adhikari adalah peneliti yang menerbitkan makalah tahun 2016 tentang redistribusi air yang berdampak pada penyimpangan rotasi.

"Mereka menghitung peran pemompaan air tanah pada gerakan kutub, dan itu cukup signifikan," tandasnya. Sebelumnya, para pakar geologi menyebut penyedotan air tanah jadi faktor signifikan pemicu penurunan muka tanah, seperti yang terjadi di Jakarta dan Pekalongan