Tren WFH Selama Pandemi Bikin Ancaman Keamanan Siber Meningkat Artikel ini telah tayang di Kompas.c

Tanggal: 26/02/2021

KOMPAS.com - Tepat setelah Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan pandemi covid-19, banyak negara di seluruh dunia meminta seluruh warganya untuk beraktivitas dari rumah. Hal itu membuat banyak perusahaan dipaksa menerapkan sistem bekerja dari rumah atau work from home ( WFH) secara mendadak, termasuk di Indonesia. Menurut laporan Cisco, 52 persen perusahaan di Indonesia memberlakukan WFH selama pandemi. Namun, sistem WFH memunculkan masalah baru dari sisi keamanan siber. Cisco mencatat 78 persen perusahaan yang menjadi respondennya melaporkan adanya peningkatan ancaman keamanan siber lebih dari 25 persen sejak awal pandemi, atau sekitar bulan Maret 2020. Bahkan, lima persen perusahaan tidak menyadari ada peningkatan ancaman keamanan siber. "Ini berisiko, khususnya bagi operasional perusahaan," jelas Marina Kacaribu, Managing Director Cisco System Indonesia, Kamis (25/2/2021).

Ada dua hal yang menjadi ancaman keamanan siber terbesar yang dihadapi perusahaan. Pertama adalah secure access atau akses ke jaringan atau aplikasi yang digunakan perusahaan. Kedua adalah data pribadi, seperti data penting perusahaan atau data pelanggan. Cisco mencatat sebanyak 70 persen perusahaan menghadapi dua tantangan tersebut. Tantangan lainnya adalah proteksi terhadap malware yang dihadapi oleh 63 persen perusahaan. Selain itu, Cisco juga mencatat adanya tantangan untuk melindungi beberapa endpoint yang cukup rentan mendapat serangan siber selama WFH, yakni laptop atau desktop kantor, aplikasi cloud, informasi pelanggan, dan perangkat pribadi. "Sekarang dengan bekerja dari luar, semakin banyak karyawan menggunakan perangkat pribadi yang tidak diprogram perusahaan dan bukan menjadi aset perusahaan, seperti laptop atau ponsel pribadi. Hal itu meningkatkan juga risiko keamanan siber," jelas Marina. Ada beberapa penyebab yang membuat ancaman keamanan meningkat. Menurut Cisco, salah satunya adalah kurangnya pemahaman akan keamanan siber oleh karyawan. Dengan demikian perusahaan harus memberikan edukasi yang cukup.

Masalah berikutnya adalah inconsistent interface. Marina menjelaskan, perusahaan sering reaktif jika terjadi masalah, namun solusi keamanan yang digunakan tidak konsisten. Terakhir adalah kurangnya kemampuan perusahaan melihat ancaman keamanan siber. Berkaca dari ancaman keamanan siber selama pandemi, Cisco mencatat 63 persen perusahaan di Indonesia berencana meningkatkan investasi keamanan siber setelah pandemi. Sebab, 32 persen responden mengatakan akan melanjutkan sistem WFH kendati pandemi berakhir.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com 

Penulis : Wahyunanda Kusuma Pertiwi

Editor : Yudha Pratomo